Newspapers Review. Review Koran Indonesia. Fenomena Ponari kelihatannya menegaskan kebenaran konsep Jurnalisme "George Bush Digigit Anjing", yg menjadi dasar dalam konsep jurnalistik tentang makna "berita", yg pernah saya dapatkan. Dan konsep itu kelihatannya telah merasuki hampir seluruh media massa / pemberitaan di Indonesia. Baik media online, media cetak, maupun radio dan televisi.

Bahkan SMS (Short Message System) yg belakangan juga menjadi "media penyiaran" tersendiri, yg mungkin bisa dikategorikan sebagai Jurnalisme Warga atau Citizen Journalism, juga telah ikut meramaikan bahkan memperkeruh Jurnalisme "George Bush Digigit Anjing" ini. Sebut contoh misalnya penyebaran adegan kekerasan antar Gang perempuan. Adegan tak senonoh antar pelajar, mahasiswa, sampai perbuatan bejat pejabat dengan selingkuhannya, dsb.

Apa itu Jurnalisme "George Bush Digigit Anjing?

Di dalam kamus jurnalistik barangkali istilah jurnalisme "George Bush Digigit Anjing" ini tidak dikenal, karena, ini hanyalah contoh yg diberikan oleh pembimbing pelatihan jurnalistik yg saya ikuti di kantor tempat saya bekerja. Saat itu adalah awal George W. Bush memimpin Amerika. Tetapi, meskipun pelatihan jurnalistik itu hanya sebuah forum kecil, yg barangkali tidak bisa dijadikan sebagai acuan bahwa makna "berita" dalam konsep jurnalisme itu memang seperti itu, khususnya di Indonesia, namun demikian, pada kenyataannya memang seperti itulah jurnalisme yg ada. Setidaknya itu yg ada dalam penglihatan saya.

Ceritanya begini.


Sang Pembimbing, Bp. Ruswanto -personil bagian Corporate affair yg menangani media komunikasi internal di perusahaan saya- saat itu memberikan gambaran mengenai apa itu berita dan informasi apa yg bisa dikategorikan sebagai "berita".

Beliau bertanya begini: "Menurut Anda, seandainya kamu, yg nota-bene hanya karyawan biasa, digigit anjing apakah kejadian itu layak dimuat di media massa untuk dijadikan berita?".

Para peserta pelatihan jurnalistik pun saling berpandangan, seperti berpikir, kemudian dengan sedikit ragu menjawab: "Sepertinya tidak layak, Pak. Masak saya digigit anjing saja beritanya dimuat di koran, misalnya. Atau masuk TV. Mungkin tidak ada yg mau memperhatikan, lah, Pak!"

"Kalau, misalnya Presiden Georg W. Bush digigit anjing. Kira-kira infomasi itu layak dimuat di koran atau disiarkan di televi, tidak?" Pak Ruswanto yg memang mahir jurnalistik itu bertanya lagi.

"Ya, pasti, dong, Pak! Kan, Dia orang terkenal dan pejabat nomor satu di Amerika. Jadi kalau informasi itu di muat di media, pasti banyak orang yg akan membaca." Kami serentak menjawab.

"Jadi, kalian tahu, kan? Mana informasi yg layak disebut sebagai berita, dan mana yg tidak?" Jawab beliau yg sekarang sudah menjadi "Orang Alim" atau "Alim Ulama" ini tanpa menjelaskan lebih lanjut apa itu pengertian "berita". Begitulah ceritanya.

Mungkin Anda bertanya: "Ponari Si Dukun Cilik dari Jombang, Jawa Timur, itu kan, tidak "sekelas" dibanding George W. Bush atau pun Hillary Clinton ? Kenapa saat ini Ponari bisa menjadi "berita", bahkan mengalahkan kunjungan Menteri Luar Negeri dari negerinya Barack Obama yg juga sangat fenomenal itu?"

Begini. Dalam konsep jurnalisme "George W. Bush digigit anjing", bukan hanya obyek berita saja yg menjadi pertimbangan, tetapi masyarakat konsumen berita juga menjadi pertimbangan. Ingat! Masyarakat Indonesia masih begitu percaya dengan hal-hal yg berbau magis, mistik, supranatural. Jadi ketika ada peristiwa batu yg dipercaya bisa menyembuhkan dan begitu banyak orang yg datang meminta kesembuhan, bahkan ada yg sampai meninggal, maka peristiwa Si Ponari dengan batu ajaibnya itu, meskipun dia hanyalah anak dusun, dan baru kelas tiga SD yg tidak memiliki prestasi luar biasa di bidang mata pelajarannya, media massa di Indonesia akan melihat peristiwa itu pantas untuk dijadikan berita melebihi kunjungan Hillary Clinton.
Jadi ini hanya semata-mata pertimbangan pasar. Lebih laku jual. Coba, kalau saya boleh bertanya, dan tolong dijawab secara jujur: "Seandainya ada sebuah stasiun TV yg sedang menyiarkan, apalagi secara langsung, berita tentang ribuan orang yang rela berjam-jam antre menunggu giliran untuk disembuhkan oleh Ponari. Bahkan ada yg mati. Dan juga disebutkan bahwa "penghasilan" Ponari hanya dalam beberapa hari sudah mencapai Rp. 1.000.000.000,- (pastikan nol-nya sembilan). Dan di satu stasiun TV lainnya menyiarkan kunjungan Hillary Clinton ke Indonesia. Mana TV yg akan Anda pilih untuk ditonton? Hillary? Tolong jawab dengan jujur!"

Mungkin Anda akan berkomentar: "Kalau begitu, ini hanya masalah uang, dong..!! Mana fungsi edukasi media massa?"

Jawab saya: "Anda sendiri yg mengatakannya". Tetapi, biar tidak terlalu kentara "laku jual-nya", media massa juga pintar, lho! Mereka juga punya cara agar tetap dibilang edukatif dan juga korektif. Caranya bagaimana? Tunggu kelanjutannya!

BERSAMBUNG...

2 comments:

ndahdien said...

sedikit mirip dengan pemikiran ini sy jg bikin tulisan ngaco ttg ponari & jurnalisme, kebetulan waktu itu terjadi dihari yg sama Senin 9 Febr ketika "Rossi datang ke Jakarta" & "Korban jiwa diantrian dukun ponari" http://ndahdien.multiply.com/journal/item/43/The_Doctor_vs_The_Dukun_Italiano_vs_Wong_Jombang

jujur waktu itu pengen banget baca brita Rossi, tp minim bgt bahkan byk berita yg sy baca persis banget tulisannya dibeberapa media online:[

Stanley Sutrisno said...

Ya, begitulah... Koran2 kita cari "berita" yg laris2 aja...

Untuk itulah Blog ini dibuat.

Thanks.

top